George Wilhelm Hegel (1770-1831)
Hegel mengembangkan sebuah filsafat yang dalam beberapa hal sangat mirip dengan kabbalah. Ini sungguh ironis, sebab dia memandang yudaisme sebagai agama tercela yang bertanggung jawab atas konsepai primitif tentang tuhan yang telah memicu kekeliruan besar. Tuhan yahudi dalam pandangan hegel merupakan tiran yang menuntut kepatuhan mutlak pada hukum yang tidak dapat di toleransi. Yesus telah berusaha untuk membebaskan manusia dari kepatuhan hina ini namunkaum kristen terjerumus kembali ke dalam perangkap yang sama seperti kaum yahudi dan mengajaukan gagasan yang zalim. Tibalah saat untuk menyingkirkan tuhan barbar ini dan mengembangkan pandangan yang lbih tercerahkan tentang kondisi manusia. Pandangan Hegel yang sangat tidak akurat tentang yudaisme, yang didasarkan pada polemik perjanjian baru, merupakan jenis baru anti-simitisme metafisikal. Seperti halnya kant, Hegel memandang yudaisme sebagai contoh semua kekeliruan yang mungkin terjadi pada agama. Dalam The Phenomenology Of Mind(1807), dia mengganti gagasan tentang roh Kudus yang menjadi daya penggerak kahidupan dengan tuhan konvensional. Namun, seperti di dalam kabbalah, Roh itu bersedia merasakan keterbatasan dan keterkucilan agar mencapai spiritualitas dan kesadaran diri sejati. Lagi-lagi seperti di dalam Kabbalah, roh itu bergantung pada dunia dan pada manusia untuk mencapai keutuhan dirinya. Dengan demikian, hegel telah menegaskan kembali pandangan monoteistik kuno yang juga mencirikan ajaran kristen dan islam bahwa "tuhan" tidak terpisah dari realitas duniawi, tatapi terikat erat dengan manusia. Sebagaimana Blake , hegel mengungkapkan pandangan ini secara dialektik. Dia melihat manusia dan roh, yang terbatas dan yang tak terbatas, sebagai dua sajah dari satu kebenaran yang saling bergantung dan terlibat dalam proses penyadaran diri yang sama. Alih-alih menyenangkan ilah yang jauh dengan cara menaati hukum yang asing dan tak dikehendaki, Hegel justru menyatakan bahwa yang ilahi itu merupakan salah satu dimensi kemanusian kita. Sesungguhnya, pandangan hegel tentang kenosis Roh, yang mengosongksn dirinya agar menjadi imanen dan berinkarnasi di dunia, memiliki banyak kesamaan dengan teologi inkarnasional yang telah bekembang di dalam ketiga agama besar dunia.
Hegel adalah manusia pencerhan dan romantik sekaligus, oleh karena itu dia labih menghargai akal dari pada imajinasi. Dia secara tanpa sadar menggemakan kembali pandangan masa silam. Seperti para faylasuf, dia memandang akal dan filsafat lebih tinggi dari pada agama yang terpaku pada mode pemikiran representasional. Sebagaimana para faylasuf pyn dia menarik kesimpulannya tentang yang mutlak dari cara kerja individual, yang menurutnya di dapat dari proses dialektikal yang mncerminkan keseluruhan.
Sumber Buku: Sejarah Tuhan, Karen Armstrong, penerbit: Mizan
Hegel mengembangkan sebuah filsafat yang dalam beberapa hal sangat mirip dengan kabbalah. Ini sungguh ironis, sebab dia memandang yudaisme sebagai agama tercela yang bertanggung jawab atas konsepai primitif tentang tuhan yang telah memicu kekeliruan besar. Tuhan yahudi dalam pandangan hegel merupakan tiran yang menuntut kepatuhan mutlak pada hukum yang tidak dapat di toleransi. Yesus telah berusaha untuk membebaskan manusia dari kepatuhan hina ini namunkaum kristen terjerumus kembali ke dalam perangkap yang sama seperti kaum yahudi dan mengajaukan gagasan yang zalim. Tibalah saat untuk menyingkirkan tuhan barbar ini dan mengembangkan pandangan yang lbih tercerahkan tentang kondisi manusia. Pandangan Hegel yang sangat tidak akurat tentang yudaisme, yang didasarkan pada polemik perjanjian baru, merupakan jenis baru anti-simitisme metafisikal. Seperti halnya kant, Hegel memandang yudaisme sebagai contoh semua kekeliruan yang mungkin terjadi pada agama. Dalam The Phenomenology Of Mind(1807), dia mengganti gagasan tentang roh Kudus yang menjadi daya penggerak kahidupan dengan tuhan konvensional. Namun, seperti di dalam kabbalah, Roh itu bersedia merasakan keterbatasan dan keterkucilan agar mencapai spiritualitas dan kesadaran diri sejati. Lagi-lagi seperti di dalam Kabbalah, roh itu bergantung pada dunia dan pada manusia untuk mencapai keutuhan dirinya. Dengan demikian, hegel telah menegaskan kembali pandangan monoteistik kuno yang juga mencirikan ajaran kristen dan islam bahwa "tuhan" tidak terpisah dari realitas duniawi, tatapi terikat erat dengan manusia. Sebagaimana Blake , hegel mengungkapkan pandangan ini secara dialektik. Dia melihat manusia dan roh, yang terbatas dan yang tak terbatas, sebagai dua sajah dari satu kebenaran yang saling bergantung dan terlibat dalam proses penyadaran diri yang sama. Alih-alih menyenangkan ilah yang jauh dengan cara menaati hukum yang asing dan tak dikehendaki, Hegel justru menyatakan bahwa yang ilahi itu merupakan salah satu dimensi kemanusian kita. Sesungguhnya, pandangan hegel tentang kenosis Roh, yang mengosongksn dirinya agar menjadi imanen dan berinkarnasi di dunia, memiliki banyak kesamaan dengan teologi inkarnasional yang telah bekembang di dalam ketiga agama besar dunia.
Hegel adalah manusia pencerhan dan romantik sekaligus, oleh karena itu dia labih menghargai akal dari pada imajinasi. Dia secara tanpa sadar menggemakan kembali pandangan masa silam. Seperti para faylasuf, dia memandang akal dan filsafat lebih tinggi dari pada agama yang terpaku pada mode pemikiran representasional. Sebagaimana para faylasuf pyn dia menarik kesimpulannya tentang yang mutlak dari cara kerja individual, yang menurutnya di dapat dari proses dialektikal yang mncerminkan keseluruhan.
Sumber Buku: Sejarah Tuhan, Karen Armstrong, penerbit: Mizan
Komentar
Posting Komentar